pengen tau aja

Jumat, 16 Juli 2010

hmj sejaraah undip


Semarang & Sekitarnya
16 Nopember 2009
Belajar Sejarah di Kali Semarang
’’Sejarah itu bukan hanya catatan tanggal dan nama-nama, Florencio, sejarah itu sering juga masih tersisa di rerumputan, terpendam dalam angin, menghampar dari balik ombak.’’ (Dialog dalam cerpen ’’Pelajaran Sejarah’’ karya Seno Gumira Ajidarma)

BELAJAR sejarah dari buku? Itu cara konvensional. Sejarah, seperti diungkapkan Seno Gumira, masih menyisakan jejaknya di kekinian. Maka, pembelajaran sejarah bisa dilakukan dengan menangkap jejak yang berserak di puing-puing masa lalu.

Tampaknya, itulah semangat yang melatari penyelenggaraan Heritage Walk III 2009, Sabtu (24/11) lalu. Acara kolaborasi Yayasan Widya Mitra, Erasmus Huis, Akaba 17, Jurusan Arsitektur Unika Soegijapranata, dan HMJ Sejarah Undip itu mengajak peserta—yang sebagian besar anak muda—belajar sejarah secara insitu.

Dengan tema ”The Water Front: Semarang, Kanalen, en Havenstad”, peserta diajak menyusuri jalur transportasi sungai Semarang tempo dulu. Mereka mengunjungi sejumlah situs penting yang terdapat di sepanjang Kali Semarang: Kampung Melayu, Pelabuhan Lama, kawasan Sleko, Pecinan, dan Lawangsewu.

Kampung Melayu adalah permukiman lama para pendatang dari tanah seberang. Mereka membentuk komunitas dan membangun peradabannya di tempat itu.

Situs-situs sejarah yang masih terjumpai antara lain, bangunan lama di sepanjang Jalan Layur, dengan landmark utamanya Masjid Menara.
Pelabuhan Lama pada masa lalu merupakan pintu utama kedatangan kapal dari luar pulau. Tempat itu ditandai oleh mercusuar Willem III yang dibangun pada1884.

Meski bermasalah dengan penurunan muka tanah, mercusuar itu hingga kini masih berfungsi.

Sleko

Sementara Sleko merupakan tempat kapal-kapal bersandar untuk kemudian melanjutkan perjalanan menyusuri Kali Semarang. Puing bangunan Kleine Boom en Uitkijk masih berdiri hingga sekarang. Pada masa lalu, bangunan ini berfungsi sebgai pelabuhan kecil yang dilengkapi menara pandang untuk mengatur bongkar muat pedagang kecil yang hendak memasok kebutuhan warga Kota Semarang.

Pecinan merupakan permukiman pendatang dari Cina. Dalam perkembangannya, tempat ini menjadi kawasan bisnis penting. Hingga awal abad ke-20, perahu-perahu kecil—melalui Kali Semarang— masih bisa mencapai kawasan ini. Mereka membongkar muatan di tempat yang kini bernama Sebandaran.

Lawangsewu, meski tak berkait langsung dengan sistem transportasi sungai, lokasinya berada di tepi Kali Semarang. Di sinilah perjalanan peserta Heritage Walk berakhir. Namun sebelumnya, mereka berdiskusi tentang perkembangan Kali Semarang sebagai jalur transportasi di masa silam, dengan pembicara dosen arsitektur Unika Soegijapranata, Dr Ir Krisprantono.

Satrio Seno Prakoso dari Yayasan Widya Mitra menjelaskan, Heritage Walk kali ini merupakan penyelenggaraan kali ketiga. Heritage Walk I pada 2007 bertema “Menyemai Cinta Warisan Budaya”. Tahun berikutnya mengusung tema “Railway to The Past”.

“Kami ingin mengajak masyarakat, terutama anak-anak muda mencintai warisan sejarah dan budayanya. Khusus tahun ini difokuskan pada peninggalan yang berkait dengan jalur transportasi sungai. Ini penting dipahami, karena transportasi sungai pernah hidup, dan karenanya Semarang beroleh julukan Venesia van Java,” kata Seno.(Rukardi-87)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar