pengen tau aja

Rabu, 11 Agustus 2010

HISTORIOGAFI

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN HISTORIOGRAFI
Historiografi sering disebut sebagai rekongstruksi yang imaginative, Kemungkinan melalui masa lampau sebagai pengertian yang untuk mengerti dan memunculkan kembali. Historiografi tradisional adalah tradisi penulisan sejarah yang berlaku pada masa setelah masyarakat Indonesia mengenal tulisan, baik pada Zaman Hindu-Budha maupun pada Zaman Islam. Ada pada abad 4 M sampai abad 17 M. Hasil tulisan sejarah dari masa ini sering disebut sebagai naskah.
Contoh Historiografi tradisional: Babad Tanah Jawi, Babad Kraton, Babad Diponegoro, Hikayat Hang Tuah, Hikayat Raja-raja Pasai, Hikayat Silsilah Raja Perak, Hikayat Tanah Hitu, Kronik Banjarmasin, dsb.
Historiografi tradisional , penulisannya tidak bertujuan untuk mengungkap fakta dan kebenaran sejarah . historiografi tradisional di dominasi oleh lingkungan keraton . para raja mempunyai kepentingan untuk melegitimasi kekuasaan dan mewariskannya kepada generasi berikutnya .
Karya-karya yang termasuk dalam historiografi tradisional adalah babad dan hikayat. Hikayat dan babad pada dasarnya sama, tapi memiliki perbedaan dalam penyebutannya. Hikayat lebih dikenal di Melayu, sedangkan babad dikenal di Mataram.
Hikayat merupakan kesusastraan Melayu yang keseluruhan ceritanya didominasi oleh karya-karya yang berilhamkan Islam. Hikayat sebagaian besar berbahasa Melayu yang berbentuk prosa, walaupun diantara karya-karya itu ada yang berbentuk sajak. Hikayat memiliki dua bentuk penulisan yaitu, syair dan pantun. Kedua menggunakan empat baris kata, tetapi polanya berbeda (a-b-a-b dalam pantun, a-a-a-a dalam sajak). Perbedaan pokok di antara keduanya yaitu bahwa pantun menggunakan istilah eksplisit pada bait pertama dan kedua, untuk maksud dari penulisnya disampaikan pada bait ketiga dan keempat. Berbeda dengan sajak yang keseluruhan bait merupakan maksud dari penulisnya. Syair disajikan dalam bentuk yang panjang, dan memiliki banyak persoalan.
Di antara karya kesusastraan Jawa yang penting adalah babad. Babad merupakan kronik-kronik yang panjang dan terperinci yang ditulis dalam sajak yang sangat panjang dan terperinci yang diketemukan dalam bahasa Jawa baru dan tidak diketemukan dalam bahasa Jawa Kuno. Babad banyak menceritakan tentang sejarah kerajaan-kerajaan, pahlawan-pahlawan, atau kejadian-kejadian tertentu.

2.2 CIRI-CIRI HISTORIOGRAFI
Ciri-ciri historiografi antara lain:
1. penulisannya bersifat istana sentris yaitu berpusat pada keinginan dan kepentingan raja. Berisi masalah-masalah pemerintahan dari raja-raja yang berkuasa . menyangkut raja dan kehidupan istana.
2. memiliki subjektifitas yang tinggi sebab penulis hanya mencatat peristiwa penting di kerajaan sesuai permintaan raja.
3. bersifat melegitimasi ( mensahkan ) suatu kekuasaan sehingga seringkali anakronitis ( tidak cocok dengan kenyataan ).
4. kebanyakan karya-karya tersebut kuat dalam genealogi ( silsilah ) tetapi lemah dalam hal kronologi dan detail-detail biografis.
5. pada umumnya tidak disusun secara ilmiah tetapi sering kali data-datanya bercampur dengan unsur mitos dan realitas.
6. sumber-sumber datanya sulit untuk ditelusuri kembali bahkan terkadang mustahil untuk dibuktikan.
7. dipengaruhi oleh faktor budaya masyarakat dimana naskah tersebut ditulis sehingga merupakan hasil kebudayaan suatu masyarakat.
8. cenderung menampilkan unsur politik semata untuk menunjukkan kekayaan dan kekuasaan raja.
Dalam historiografi tradisional, penulisannya tidak bertujuan untuk mengungkapkan fakta dan kebenaran sejarah, historiografi tradisional di dominasi oleh lingkungan kerajaan, para raja mempunyai kepentingan untuk melegitimasi kekuasaan dan mewariskannya kepada generasi berikutnya. Historiografi tradisional bersifat etnosentris ( kedaerahan ), istanasentris (lingkungan kerajaan) dan magis religius ( dilandasi unsur magis dan kepercayaan ). Oleh sebab itu hasil historiografi tradisional selain dalam bentuk sejarah ada pula dalam bentuk sastra, babad, kronik dan lain-lain.
Historiografi bercerita dalam batasan atau kisaran istanasentris, tetapi keadaan sosial masyarakat tidak pernah disinggung dalam penulisannya. Masyarakat pada masa penulisan tersebut hanya sebatas menjadi milik raja atau hanya sebatas bagian dari raja, jika penulisan tersebut bersifat sejarah, hanya sebatas pada penulisan sejarah politik, dan dalam penulisan hal itu yang penting adalah terdapat adanya mitos dan peristiwa yang bercampuraduk antara fiktif dan faktual.
Sebagian besar historiografi tradisional tidak memuat tindakan-tindakan manusia melainkan tindakan-tindakan para dewa, jadi merupakan teogoni dan kosmogoni yang menerangkan kekuatan-kekuatan alan dan mempersonifikasikan sebagai dewa. Historiografi tradisional mempunyai fungsi sosial-psikologis untuk memberi masyarakat suatu kohesi, antara lain dengan memperkuat kedudukan dinasti yang menjadi puast kekuatannya.
Tokoh yang berperan dalam penulisan historiografi tradisional Indonesia adalah para pujangga kerajaan. Karena karya-karya yang masuk dalam kategori historiografi tradisional Indonesia merupakan karya-karya yang banyak dibuat pada zaman kerajaan. Pujangga memiliki peranan penting dalam hal ini, mereka menulis sebuah peristiwa. Mereka dapat dikatakan sebagai sejarawan awal Indonesia, walaupun dlam tulisannya banyak kejadian yang ditulis dalam konteks fiktif dan faktual. Dalam hal ini pujangga memiliki maksud politik untuk memperkuat kedudukan sang raja.

2.3 Corak Historiografi Tradisional
1. Mitos
Bentuk ini pada dasarnya merupakan suatu proses internalisasi dari pengalaman spiritual manusia tentang kenyataan lalu di ungkapkan melalui kisah sejarah
2. Genealogis
Bentuk ini merupakan gambaran mengenai pertautan antara individu dengan yang lain atau suatu generasi dengan generasi berikutnya. Sil silah sangat penting untuk melegitimasikan kedudukan mereka.
3. Kronik.
Dalam penulisan ini sudah ada penulisan kesadaran tentang waktu, Namun demikian juga masih di lingkungan kepercayaan yang bersifat kosmosmagis
4. Annals.
Sebenarnya bentuk ini merupakan cabang dari kronik hanya saja bentuk annals ini sudah lebih maju dan lebih jelas, Sudah berusaha membeberkan kisah dalam uraian waktu.
5.Logis
Kisah yang di ungkapkan mengamdungh mitos, legenda, dongeng, asal usul suatu bangsa, kisah disini merupakan merupakan kisah yang merupakan suatu pembenaran berdasar emosi dan kepercayaan.
6. Supranatural
Dalam hal ini kekuatan kekuatan gaib yang tidak bias diterima dengan akal sehat sering terdapat di dalamnya.
7. Moral tradition
Historiografi jenis ini di sampaikan secara lisan, maka tidak dijamin keutuhan redaksionalnya.
8. Anakronistik
Dalam menempatkan waktu sering terjadi kesalahan kesalahan, pernyataan waktu dengan fakta sejarah termasuk di dalamnya penggunaan kosa kata penggunaan kata nama dll.
9. Etnosentris
Penulisan selalu bersifat kedaerahan, Hanya terpaut pada suku bangsa tertentu. Dan sangat berpusat pada kedaerahan.

2.4 HISTORIOGRAFI TRADISIONAL KUNO

Pada Historiografi kuno cirinya:
a. adanya pengaruh kebudayaan Hindu-Budha yang tersimpul pada bidang kehidupan kebudayaan, agama dan politik ketatanegaraan, contohnya : Mahabarata, Pararaton, Negarakertagama, Babad Lombok. Dalam Babad Lombok Dalam babad Lombok termasuk dalam Historiografi Tradisional Kuno karena pada Babad Lombok dimulai dari awal Agama rakyat pada waktu itu yaitu agama Wratsari ajaran Pendeta Gurendrah dari Keling India sehingga pada waktu itu belum mengenal agamanya Islam.
b. Masyarakat hidup dalam situasi sakral magis. Kegiatan masyarakt berupa kegiatan kebaktian terhadap raja yang berkuasa, upacara ritual, pemujaan rih nenek moyang dan raja yang telah meninggal.
c. Kenangan masa lampau yang digoreskan pada prasasti, naskah bersifat resmi.
d. Agama Hindu dan Budha mengajarkan bahwa alam gaib terletak pada alam dewa-dewo, percaya pada paham reinkarnasi, paham ini diterapkan pada alam nurani kesaktian terhadap Sang Hyang Agung yaitu dewa-dewa.
e. Raja sebagai pusat negara haruslah bukan manusia biasa, tetapi dia adalah anak atau bahkan jelmaan dari dewa.
f. Penulisanya buan sejarawan tetapi empu yang bertindak sebagai pendeta, penasehat raja dalam hal kemasyarakatan maupun dalam hal rohani.
g. Tujuan penulisannya adalah meninggikan para Resi, Raja, penyebaran dan pengukuhan pengaruh Hindu.
h. Dijiwai oleh semangatalam nurani kesaktian sesuai dengan pandangan masyrakat pada waktu itu. Sifat historigrafinya siklis.
Dalam histroriografi Tradisional agama Hindu Budha berpengaruh besar terhadap cara berfikir dan cara merasa orang-orang Indonesia. Hal ini terpencar pada karya sastra: Mahabaraa, Ramayana,Weda, Purana dsb. Selain itu penganut Budhisme juga membawa kitab-kitab berisi ajaran agama Budha: Pitaka, Yataka, Dharma dan sebagainya. Selain sebagai hasil sastra, ktab-kitab tersebut adalah kitab keagamaan.
Pada fase permulaan, kerajaan-kerajaan Indonesia Hindu mencontoh struktur birokrasi kerjaan di India. Misalnya: Raja merupakan pusat masyarakt dan negara; gelarnya: Sri Maharaja, Sri Bathara atau Bathara Prabu yang dianggap inkranasi Dewa. Ia dikelilingi oleh pejabat-pejabat tinggi kerajaan, pendeta dan empu ahlisastra dan senjata. Kadang-kadang pendeta berkedudukan di atas tingkat kedudukan raja, dan mereka sebagai penasehat raja.
Masyarakat hidup dalam situasi sakral magis. Kegiatan masyarakat berupa kegiatan kebaktian terhadap raja yang berkuasa, upacara ritual, pemujaan roh nenek moyang dan raja yang telah meninggal. Agama Hindu dan Budha mengajarkan bahwa alam gain terletak pada alam dewa-dewi, percaya pada paham reinkarnasi, Paham ini diterapkan pada alam nurani kesaktian terhadap Sang Hyang Agung. Raja sebagai pusat negara bahkan jelmaan dari Dewa. Kenyataan ini terbukti pada gelar raja-raja Hindu di Indonesia missal: Ken Arok bergelar Amurwabhumi jelmaan dari Dewa Siwa (dalam kitan Lubdhaka); kertanegara dan raja-raja Mahapahit sebagai jelmaan para dewa. Kesadaran sejarah dipengaruhi oleh pandangan dunia sacral magis.
Dalam historiografi kuno, theogoni, dan kosmogoni yang menerangkan kekuatan alam dipersonifikasikan dengan Dewa-dewi, dan dewa dijelaskan pada diri Raja. Raja adalah pusat alam dan dunia.
Penulis historiografi tradisional kuno bukan sejarawan tetapi empu yang bertindaka sebagai pendeta. Tugas dualistic ini dilakukan dengan sebaiknya-baiknya. Mereka tidak perlu mencari pedoman lain, cukup berpedoman pada karya-karya sastra orang India (terutama Mahabarata dan Ramayana yang di dalamnya terkandung inkarnasi), anggaplah ini merupakan peniruan atau penyalinan.
Para empu menulis bukan untuk sejarah, tetapi untuk tujuan tertentu misalnya meninggikan para Resi, Raja, penyebaran dan pengukuhan pengaruh Hindu. Pandangan dunia adalah makrokosmos dan mikrokosmos dan hubungan antara keduanya. keduanya mempunyai unsur sama yaitu bumi, air, api, angin dan suasana. Penulis memberi pengaruh faha,-faham kepercayaan melalui tokoh-tokoh cerita tentang: bagaimana sifat-sifata raja yang baik, tentang kepahlawanan, pendidikan, emntal, agama. Maka dalam penulisannya sering disebut-disebut tokoh Dewa-dewa yang dianggap pelindung umat manusia. Inilah isis kebudayaan pada masa itu.
Pada akhir periode jaman ini munculah kitab Negrakertagama dan Pararaton. Meskipun Prapanca tidak bermaksud untuk menulis sejarah namun buku Negarakertagama menunjukan bentuk Naturalisme yang sangat bagus. Prapanca sebagai seorang pegawai kraton, pandangannya telah jauh melampaui batas bidang politik dan mencakup berbagai aspek masyarakat dan kebudayaan Majapahit pada masa itu.

2.5 HISTORIOGRAFI TRADISIONAL TENGAH
Pada Historiografi Tengah cirinya:
a. Sudah terlihat ada pengaruh Islam akan tetapi pengaruh agama Hindu masih terlihat jelas dalam kehidupan masyarakat di dalam Babad Selaparang.
b. Perilaku manusia atau cerita tokoh-tokoh dalam lingkup istana
c. Cerita yang disusun atas kehendak yang berkuasa, contohnya: kalau selingkuh tidak akan dikatakan atau di tulis selingkuh.
d. Pujangga wajib melanjutkan misi penguasa maka dalam penulisannya bukan apa adanya tetapi apa yang sebaiknya atau seharusnya.
e. Global maksudnya cerita merupakan satu kesatuan belum ada periodesasinya karena merasa tidak emerlukan karena kekuasaannya merupakan kekuasaan yang kongkret pribadi.
f. Penulis kebanykan memadukan tradisi asli dengan metodologi Hindu.

Pada Historiografi Tradisional Tengah mereka mengenal kebudayan baru yaitu Islam namun pengaruh Hinduh-Budha masih terlihat jelas. Budaya ini menyadarkan umat manusai terhadap dunia. kesadaran kan kejadian-kejadian mala lampau yang menyadarkan bahwa raja adalah manusia biasa, bukan penjelmaan Dewa. Penulis sejarah tidak lagi mengikuti jejak Empu Sedah, empu Kanwa maupun empu Panuluh yang lebih memprogandakan agamanya.
Mereka mulai berusaha untuk mempersatukan antara mitologi Hindu dengan tradisi asli. Ini nampak pada kidung Panji dan kidung Pararataon. Fakta-fakta sejarah mulai diselipkan ke dalam cerita. Historiografi tidak lagi bersifat bulat, kosmogoni semata, tetapi mengandung usnur kronologis tentang fakta-fakta. Kidung adalah bentuk roman sejarah asli ciptaan Jawa. Ia lahir berdasarkan rangkaian sejarah yang tidak ada sangkut pautnya dengan Praraton dan Negarakertagama. Pararaton yang ada sekarang bentuk prosa digubah bersarkan kidung Praraton yang naskah aslinya lebih tua. Histroigrafi ini benar-benar berdasarkan persitiwa dan fakta sejarah. Penulis ceritera kurang menekankan kekuasaan dewa-dewi, inkranasi tetapi manusia itu sendiri yang harus menguasai alam.
Kidung biasanya berisi biografi tokoh-tokoh terkenal dalam sejarah. Contoh kidung Ronggolawe, kidung Sorandaka, Harsawijaya, Dipenogoro, Sora, Nambi, Hayam Wuruk, Gajah Mada. Mereka melukiskan dan menceriterakan persitiwa-peristiwa sejarah jaman Majapahit. Disinliah terlihat sekularisasi di dalam ceritera-ceritera sejarah,
Kesadaran sejarah mereka menghasilkan historiografi yang tidak lagi bersifat kosmogoni, mitologis yang mereka anggap sebagai penyelamat dari penindasan golongan kerajaan. Dengan demikian kidung berisfat ethosentrisme. Propaganda agama diganti dengan kenyataan dan semangat menguasai alam sekitar dan jiwa kepahlawanan. Historigrafinya bersifat naratif konspual berdasarkan fakta-fakta sejarah. Tulisan atau kenangan tertulis tidak bersifat resmi, untuk memberikan pengertian kepada masyarakat akan norma-norma kebaikan dan kepahlawanan.
Historiograi tradisional tengah tumbuh di luar kraton, bersifat non-ofisial (tidak resmi) yang mula-mula berupa foklore (cerita rakyat).

2.6 HISTORIOGRAFI TRADISIONAL BARU

Pada Historiografi Baru cirinya:
a. Pada historiografi tradisional baru sudah menganut agama Islam terlihat dalam isi Lontarak Luwu sudah ada penjelasan mengenai nilai-nilai Islam yang harus dilestarikan dan dilaksanakan oleh para keturunan (anak cucu) mereka.
b. Dalam historiografi tradisional baru raja digambarkan mendapat wahyu contohnya Hayam Wuruk.
c. Adanya kronologi yang jelas.
d. Unsur etnosentrisme, historiografi berpusat pada bangsa Jawa, bangsa di luar Jawa tidak diceriterakan mereka dianggap bangsa barbar (bangsa sebarang). Semua persitiwa berkisar sekitar kerajaan, peristiwa di luar kerajaan jarang disinggung.
Proses akluturasi kebudayaan antara Hinduisme, Islamisme dan Asli menjadi matang pada jaman Mataram Islam. Unsur-unsur historiografi kuno setelah mengalami pematangan pada jaman tengah, muncul kembali pada historiografi tradisional baru, hanya dalam bentuk baru: gaya Islam Jawa. Ketika periode mencapai keseimbangan pertumbuhan kebudayaan, masyarakat mengangan-angankan kembali kosmomistis. Sehingga penggerak sejarah dilihatnya sebagai mitologis akan menjawab pertanyaan bagaimana sesuatu itu terjadi. Semua tulisan akan mengandung unsur-unsur mitologi, kronologi. Ini terbukti pada kitab babad, kronik dan silsilah.
Unsur kronologis terdapat pada Babad Tanah Jawi dan Serat Jangka yang menunjukan urustan kerajaan dan periode berdirinya kerajaan-kerajaan itu. Oleh karena itu kronologi tidak membicarakan sebab musabab, maka tidak ada ceritera yang bersambung. Tetapi dengan adanya kronologi disusun berdasarkan pembagian jaman atas dinasti-dinasti dan makin lama makin jelas.
Unsur metologis yang semula sangat kuat, makin lama makin mengendur dan dibaurkan ke dalam peristiwa sejarah. Agama Islam tidak mengenal adanya kekuataan alam yang dipersonifikasikan dengan Dewa/Dewi, tetapi Islam mengenal Wahyu. Unsur Dewa diganti dengan Wahyu. Untuk memperkuat kedudukan raja tidak dihubungkan dengan dewa tetapi dengan Wahyu, Pulung, Ndaru, Cahyanurbuwat. Seorang raja yang tidak diketahui asal usulnya dengan jelas, dapat menjadi raja karena mendapat wahyu. Misalnya: sutawijaya, Jaka Tingkir dan Raden Mas Said. Di sini terkandung unsur hukum fatalistis, ketentuan akan nasib (Takdir) atau Pepesthening Hyang Widhi. Kepastian atau keharusan terjadinya sesuatu peristiwa ditentukan oleh takdir: sebagai raja sebagai hamba, sebagai rakyat.


BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Historiografi tradisional adalah tradisi penulisan sejarah yang berlaku pada masa setelah masyarakat Indonesia mengenal tulisan, baik pada Zaman Hindu-Budha maupun pada Zaman Islam. Ada pada abad 4 M sampai abad 17 M.
Pada historiografi tradisional kuno adanya pengaruh kebudayaan Hindu-Budha yang tersimpul pada bidang kehidupan kebudayaan, agama dan politik ketatanegaraan, contohnya : Mahabarata, Pararaton, Negarakertagama, Babad Lombok. Dalam Babad Lombok Dalam babad Lombok termasuk dalam Historiografi Tradisional Kuno karena pada Babad Lombok dimulai dari awal Agama rakyat pada waktu itu yaitu agama Wratsari ajaran Pendeta Gurendrah dari Keling India sehingga pada waktu itu belum mengenal agamanya Islam.
Dan pada historigrafi tradsional tengah Sudah terlihat ada pengaruh Islam akan tetapi pengaruh agama Hindu masih terlihat jelas dalam kehidupan masyarakat di dalam Babad Selaparang.
Sedangkan pada historiografi tradisional baru sudah menganut agama Islam terlihat dalam isi Lontarak Luwu sudah ada penjelasan mengenai nilai-nilai Islam yang harus dilestarikan dan dilaksanakan oleh para keturunan (anak cucu) mereka


DAFTAR PUSTAKA

Anggar Kaswati.1998.Metodelogi Sejarah dan Historiografi. Yogyakarta : Beta Offset.
Kartodirjo, Sartono. 1982. Pemikiran dan Perkembangan Histografi suatu Alternatif. Jakarta: Gramedia Pustaka
Sartono Kartodirdjo. 1968. Jurnal Lembaran Sejarah: Beberapa Vasal dari Historiografi Indonesia. Jogjakarta : Kanisius.
Soedjatmiko, dkk. 1995. Histiografi Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka

http://id.wikipedia.org/wiki/historiografi

http://sejarawan.wordpress.com/2007/12/06/memahami-historiografi-tradisional/

Ditulis dalam HISOTORIOGRAFI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar